Kumpulan kultum tarawih ramadhan ini
saya kumpulkan dalam rangka mencari materi kultum untuk bahan kultum
taraweh di masjid dekat asrama. Sebenarnya hanya untuk ajang belajar
dan melatih diri aja.
BERSYUKUR DALAM SEGELAS AIR
clip_image001
Sega puji milik Allah dan shalawat
serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW.
Jamaah Tarawih yang dirahmati Allah,
Sebagaimana sudah sering disampaikan
bahwa Allah memerintahkan manusia untuk berpuasa dengan tujuan agar
manusia mencapai derajat taqwa. Salah satu ciri taqwa adalah
bersyukur pada Allah.
Banyak orang bersyukur atas nikmat yang
besar, tetapi sangat jarang orang bersyukur atas nikmat yang mereka
anggap kecil atau sedikit. Padahal sesungguhnya tidaklah ada nikmat
yang kecil dari Allah, kebodohan dan pe rsepsi manusia sajalah yang
membuat nikmat tersebut tidak disyukuri.
Ada sebuah cerita hikmah:
Suatu ketika Nasyrudin sedang duduk di
rumahnya, tiba-tiba datang temannya mengeluh dan meminta pertolongan.
“Wahai Nasyrudin,”
kata orang itu. “aku memiliki rumah yang sempit, aku tidak kerasan
tinggal di rumah tersebut. Tolong aku agar rumahku menjadi luas,”
Kemudian Nasyrudin
menyuruh orang itu pulang dan memasukan 5 ekor kambing ke dalam
rumahnya.
Besoknya orang itu datang
lagi dan berkata, “wahai Nasyrudin, rumahku menjadi tambah sempit
karena kambing-kambing itu”
Kemudian Nasyrudin kembali
menyuruh orang itu pulang dan menyuruhnya memasukan 5 ekor unta.
Dengan wajah penuh keheranan orang itu pulang dan menuruti apa yang
suruh Nasyrudin.
Besoknya orang itu kembali
lagi dengan wajah sangat marah.
“Nasyrudin, sekarang aku
tidak bisa tidur, aku terhimpit oleh binatang ternak. Aku hanya bisa
berdiri mematung di tumahku,”
“Pulanglah,” jawab
Nasyrudin. “Lalu keluarka semua binatang ternak itu dari rumahmu.”
Besoknya orang itu kembali
dengan wajah berseri-seri, “Alhamdulillah, sekarang rumahku menjadi
sangat luas sekali, aku bisa tenang tiduran dan melakukan apapun di
rumahku,” kata orang itu dengan penuh semangat.
Padahal rumahnya tak
berubah, apalagi bertambah luas secara fisik dari sebelumnya.
Apa relevansinya cerita
itu dengan ibadah Ramadhan yang kita laksanakan?
Dengan ramadhan ini
rupanya Allah sedang mendidik kita untuk bisa lebih bersyukur dengan
nikmat yang kita peroleh. Segelas air bahkan bergelas-gelas air yang
kita minum setiap harinya, atau bergalon-galon air yang kita minum
tiap bulannya, jarang atau bahkan tidak pernah kita bersyukur, bahkan
mungkin kita tidak menyadari kalau itu adalah sebuah nikmat dari
Allah.
Tapi saat kita diterpa
dahaga dan lapar karena berpuasa, segelas air saat berbuka terasa
sangat nikmat sekali membasahi kerongkongan. Baru pada saat itu kita
merasakan akan nikmat Allah dalam segelas air tersebut, padahal di
hari biasa kita kerap mengabaikannya.
Lalu bagaimanakah cara
kita bersyukur pada Allah?
Para ulama mengemukakan
tiga cara bersyukur kepada Allah. Pertama, bersyukur dengan hati
nurani. Untuk itu, orang yang bersyukur dengan hati nuraninya
sebenarnya tidak akan pernah mengingkari banyaknya nikmat Allah.
Kedua, bersyukur dengan
ucapan. Lidahlah yang biasa melafalkan kata-kata. Ungkapan yang
paling baik untuk menyatakan syukur kita kepada Allah adalah
hamdalah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa
mengucapkan subhana Allah, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa
membaca la ilaha illa Allah, maka baginya 20 kebaikan. Dan,
barangsiapa membaca alhamdu li Allah, maka baginya 30 kebaikan.”
Ketiga, bersyukur dengan
perbuatan, yang biasanya dilakukan anggota tubuh. Tubuh yang
diberikan Allah kepada manusia sebaiknya dipergunakan untuk hal-hal
yang positif. Menurut Imam al-Ghazali, ada tujuh anggota tubuh yang
harus dimaksimalkan untuk bersyukur. Antara lain, mata, telinga,
lidah, tangan, perut, kemaluan, dan kaki.
Semoga dengan ramadhan
semabagai shahruttarbiyah atau bulan pendidikan bisa membuat kita
menjadi insane yang bersyukur atas nikmat lahiriah maupun batiniah.
wallahu ‘alam
by: abu faiza
Membiasakan Berbuat Baik
Posted by: Gatot Pramono on: Juni 11,
2008
Dalam suatu hadits qudsi, Allah SWT
berfirman “Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal,
maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu
sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau
hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya
dengan bergegas.” (HR. Bukhari)
Didalam melihat jalan
hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa beberapa
orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa berbuat
maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam
lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke
masjid, maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan
bahagia kehidupan keluarganya.
Semakin seseorang
memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakin banyak
terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits
qudsi diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita
kepada Allah SWT maka semakin dekatlah kita dengan-Nya.
Salah satu kunci
kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat baik.
Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka
semakin mudah jalan kita untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar
manusia terbiasa beribadah, maka beberapa ibadah dilakukan berulang
dalam kurun waktu tertentu seperti sholat lima kali dalam sehari,
puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat jum’at sekali sepekan.
Permasalahan awal yang
biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam memulainya.
Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan ketika
melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan
diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah
mobil tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada
juga sifat kita yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik
janganlah ditunda. Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka
tundalah untuk menunda. Hal ini seperti yang disampaikan Rasulullah
saw:
“Bersegeralah untuk
beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan
terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan
yang membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas,
sakit yang merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang
tiba-tiba menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang
ditunggu, saat kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya
yang amat pedih.” (HR. Tirmidzi)
Salah satu cara untuk
mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah dengan
mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala hambatan
atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa
dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib
untuk mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan
atau ibadah. Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari
ilmu secara berulang kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran
digunakan agar manusia semakin ingat.
qs017-041
“Dan sesungguhnya
dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan),
agar mereka selalu ingat. Dan ulangan
peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.” (QS. Al
Israa’ 41)
Jadi, mulailah
perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan ditunda.
Kalau belum yakin, perluas dan perdalam
ilmu agar kita semakin yakin.
Wallahu a’lam bish showab.
gatot h. pramono
Keutamaan Malam Lailatul
Qadar
28 Agustus 2009 pada 9:12
AM ·
Malam Lailatul Qadar
adalah malam yang dimuliakan Allah ta’ala. Allah ta’ala
menamainya dengan Lailatul Qadar, menurut sebagian pendapat, karena
pada malam itu Allah Ta’ala mentakdirkan ajal, rizki dan apa yang
terjadi selama satu tahun dari aturan-aturan Allah ta’ala. Hal ini
sebagaimana Allah Ta’ala firmankan:
Pada malam itu dijelaskan
segala urusan yang penuh hikmah. (Ad Dukhan: 4)
Didalam ayat
tersebut Allah Ta’ala menamai Lailatul Qadar karena sebab tersebut.
Menurut pendapat lain, disebut malam Lailatul Qadar karena malam
tersebut memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah Ta’ala. Allah
Ta’ala menyebutnya sebagai malam yang berkah, sebagaimana
firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya
Kami-lah yang memberi peringatan.” (Ad Dukhan: 3)
Allah Ta’ala juga
memuliakan malam ini dalam firman-Nya:
“Dan tahukah kamu apakah
malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu
bulan.” (Al Qadr: 2-3)
Maksudnya, amalan di malam
yang barakah ini menyamai pahala amal seribu bulan yang tidak ada
Lailatul Qadar padanya. Seribu bulan sama dengan 83 tahun lebih. Ini
menunjukkan keutamaan malam yang besar ini. Oleh karenanya Nabi
shallallahu alaihi wasallam berusaha mencari malam Lailatul Qadar.
Beliau bersabda:
“Barang siapa shalat di
malam Lailatul Qadar karena keimanan dan mengharapkan pahala, maka
dia akan diampuni dosanya yang telah lampau ataupun yang akan
datang.”
Allah Ta’ala juga
mengabarkan bahwa pada malam itu malaikat Jibril dan ruh turun. Ini
menunjukkan betapa besar dan pentingnya malam ini karena turunnya
malaikat tidak terjadi kecuali untuk perkara yang besar. Kemudian
Allah Ta’ala mensifati malam itu dengan firman-Nya:
“Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Al
Qadr: 5)
Allah ta’ala
mensifati malam tersebut dengan malam keselamatan. Ini
menunjukkan kemuliaan, kebaikan, dan keberkahannya. Orang yang
terhalangi dari kebaikan malam itu berarti terhalangi dari kebaikan
yang sangat banyak. Inilah keutamaan-keutamaan yang besar pada malam
barakah ini.
Akan tetapi, Allah Ta’ala
menyembunyikannya di bulan Ramadhan agar seorang muslim
bersungguh-sungguh mencarinya. Sehingga amalnya semakin banyak dan
dengan itu ia menggabungkan antara banyaknya amal di seluruh
malam-malam Ramadhan dan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar
dengan segala keutamaan, kemuliaan dan pahalanya. Sehingga dengan itu
ia mengumpulkan antara dua kebaikan. Ini merupakan karunia Allah
ta’ala atas hamba-hamba-Nya.
Ringkasnya, bahwa Lailatul
Qadar adalah malam yang besar (agung) dan berkah. Juga merupakan
nikmat dari Allah ta’ala yang mendatangi seorang muslim di bulan
Ramadhan. Maka jika dia diberi taufik untuk memanfaatkannya dalam
kebaikan, ia akan mendapatkan pahala yang besar dan kebaikan yang
banyak yang sangat dia butuhkan. (Penjelasan Asy-Syaikh Shalih Fauzan
dalam Fatawa Ramadhan, 2/847-849)
Kapan Malam Lailatul Qadar
itu?
Terdapat riwayat dari Nabi
shallallahu alaihi wasallam bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada
malam 21, malam 23, malam 25, malam 27, atau malam 29 dan akhir malam
bulan Ramadhan.
Al-Imam Asy-Syafi’I t
berkata: “Ini menurut saya, wallahu a’lam, karena Nabi
shallallahu alaihi wasallam menjawab sesuai dengan pertanyaannya. Dan
pendapat yang paling kuat bahwa itu terjadi pada malam-malam yang
ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha bahwa Nabi beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan dan beliau mengatakan:
“Carilah Lailatul Qadar
pada malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim, lihat Shifat Shaum An-Nabi, Asy-Syaikh Ali
Hasan, hal. 87)
Tanda-tanda Malam Lailatul
Qadar
Dari Ubai ia berkata,
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Pagi hari dari malam
Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar seperti bejana dari
tembaga sampai tinggi.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu ‘Abbas
radiyallahu ‘anhu, ia berkata, bersabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassallam:
“Lailatul Qadar adalah
malam yang tenang, cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari
terbit di pagi harinya lemah dan berwarna merah.” (HR.
Ath-Thayalisi, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Bazzar, sanadnya hasan. Lihat
Shifat Shaum An-Nabi, hal. 90)
Wallahu a’lam.
(Dikutip dari
darusalaf.or.id yang mengutip tulisan Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc,
judul asli Keutamaan Malam Seribu Bulan. URL Sumber
http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=130)
Persiapan Marathon dan Ramadhan
Posted by: Gatot Pramono on: Agustus
11, 2009
* In: Ibadah
* 24 Komentar
Teman sekalian,
Coba dibayangkan,
seandainya anda adalah seorang pelari nasional yang akan diutus oleh
KONI untuk mengikuti lomba lari marathon dunia di Ontario, Kanada.
Event tahunan ini merupakan ajang pelari menunjukkan kebolehannya
dengan hadiah yang luar biasa. Untuk menghadapi lomba ini, anda akan
mempersiapkan fisik dan mental jauh hari sebelum lomba.
Diantara latihan fisik
yang anda lakukan adalah lari dalam jarak tertentu seperti 5, 10, 20
atau 25 km. Bahkan anda perlu mencoba lari sampai sekitar 40 km,
untuk menyamai jarak yang akan dilombakan. Bisa dibayangkan kalau
anda tidak melakukan latihan sampai 40 km, bisa-bisa ketika hari
lomba tidak sampai finish. Hal ini menunjukkan bahwa latihan harus
diusakan sesuai dengan yang akan dilombakan.
Untuk kesiapan mental
terhadap cuaca di Ontario dan penduduk sekitarnya, maka anda tentunya
akan tinggal di kota tersebut beberapa minggu sebelum lomba. Anda
harus menyesuaikan suhu yang lebih dingin di kota tersebut.
Diharapkan pada saat lomba nantinya, tubuh kita sudah siap dan tidak
bakal kedinginan atau sakit perut yang bisa menyebabkan kegagalan
anda.
Perumpamaan diatas mirip
dengan persiapan kita ketika menghadapi bulan Ramadhan yang penuh
berkah ini. Ramadhan yang lamanya 29 atau 30 hari membutuhkan stamina
dan kesiapan yang matang. Betapa banyak kita lihat shof sholat
tarawih yang penuh pada minggu pertama akan menyusut pada
minggu-minggu berikutnya. Dan tidak heran kalau nanti pada minggu
terakhir, beberapa warung semakin dikunjungi orang yang tidak kuat
menahan haus dan lapar. Atau ada orang yang terkena gangguan
kesehatan atau flu ditengah atau akhir Ramadhan, hal ini berarti
fisiknya belum siap.
Untuk menghadapi Ramadhan,
Rasulullah SAW sering melakukan puasa sunnat di bulan Rajab dan
Sya’ban. Hal ini seperti yang tercantum dalam hadits yang
diriwayatnya al-Nasa’i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu
Huzaimah): Usamah berkata pada Nabi saw, ‘Wahai Rasulullah, saya
tak melihat Rasul melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan
dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah
bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.’
Ibadah lain yang kita
perlu persiapkan adalah qiyamu lail atau sholat malam. Dalam bulan
Ramadhan, peluang untuk melakukan sholat tahajjud akan besar karena
kita akan bangun untuk melakukan sahur. Gunakan waktu sebelum sahur
untuk memohon maghfiroh dan keperluan kita kepada Allah SWT.
Bacaan atau tilawah Al
Quran juga harus diperbanyak karena bulan Ramadhan adalah bulan
turunnya Al Quran dan dimana pahala akan dilipatgandakan. Akan
merugilah kita bila waktu yang tersedia dalam bulan tersebut
disia-siakan tidak untuk berdzikir atau membaca Al Quran.
Jangan lupa, kita juga
perlu membuat suasana ceria dalam keluarga kita dalam menyambut bulan
penuh rahmah ini. Bersih dan rapikan rumah. Buatlah hiasan dirumah
agar terasa suasana Ramadhan. Buat rencana untuk beribadah bersama
keluarga seperti sholat berjamaah, buka puasa dan tadarus bersama.
Bahagiakan istri/suami dan anak anda agar bulan Ramadhan M Top
(Memang Top).
Wallahu a’lam.
gatot pramono
Tiga Nasehat
Posted by: Gatot Pramono on: September
21, 2008
* In: Akhlaq | Aqidah
* 77 Komentar
Rasulullah SAW pernah memberikan tiga
buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan
Abu Abdurrahman bin Jabal:
“Bertakwalah kamu kepada Allah
dimanapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan
niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan
akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi
Tiga pesan Rasulullah SAW tersebut
layak untuk kita perhatikan karena sangat berkaitan erat dengan
kehidupan kita sehari-hari.
1- BERTAQWA DIMANA SAJA
Definisi dari kata taqwa dapat dilihat
dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab ra. Suatu
ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa
itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar
menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu
lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh
keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”
Sedang menurut Sayyid Qutub dalam
tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati,
kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati
terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Kalau ada suatu iklan minuman ringan:
“Dimana saja dan kapan saja …”, maka nasehat Nabi SAW ini
menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja. Sedang perintah
taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam”
Jadi dimanapun dan
kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang
sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra
keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama
orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat
dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu
majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik.
Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan,
maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga
ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan
pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui
malaikat-Nya.
2 KEBAIKAN YANG
MENGHAPUSKAN KESALAHAN
Setiap orang selalu
melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan
baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu,
segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan.
Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.
Untuk dosa yang
merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya
adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “sedekah itu
menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka
ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah agar
penyakitnya segera sembuh. Hal ini
dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena
kesalahan yang kita pernah lakukan.
Sedang dosa yang dilakukan
terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf
yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal
Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu
Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah
orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”.
Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan
kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan
dihapuskan.
3- AKHLAQ YANG TERPUJI
Akhlaq terpuji adalah
keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan
dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa
jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah
akhlaq terhadap tetangga.
“Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti
tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
Dari Abu Syuraih ra, bahwa
Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman,
Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak
beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab
Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.”
(HR. Bukhari)
Dari hadits tersebut,
peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak
termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari
gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan
kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.
Wallahua’lam bish showab.
gatot pramono
Berdoa di Bulan Ramadhan
Posted by: Gatot Pramono on: September
9, 2008
* In: Ibadah | Tips
* 19 Komentar
Aturan untuk shoum di bulan Ramadhan
telah ditetapkan Allah SWT dalam surat Al Baqarah dari ayat 183
sampai ayat 187. Hampir seluruh ayat tersebut
terdapat kata-kata shoum:
* (Al Baqarah 183)
* (Al Baqarah
184)
* (Al Baqarah 185)
* (Al Baqarah 187)
Hanya ayat 186 yang tidak
mengandung kata shoum:
“Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Peletakan ayat ini
diantara ayat-ayat tentang shoum Ramadhan bukan tanpa maksud. Kalau
ditilik dari asbabun nuzul ayat ini adalah berkenaan dengan datangnya
seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang bertanya: “Apakah Tuhan
kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau
jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?” Nabi SAW terdiam, hingga
turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim,
Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lain).
Menurut riwayat lain, ayat
ini turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian
berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman ‘Ud’uni
astajib lakum’ (berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya)”
(QS 40:60). Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Wahai
Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?”
Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir
yang bersumber dari Ali.)
Menurut Sayyid Qutb dalam
kitabnya Fii Zhilalil Quran, Allah menjawab langsung tentang
keberadaanNya yang sangat dekat dan langsung berfirman bahwa Dia akan
mengabulkan segala doa kita. Dalam ayat ini juga terdapat tiga syarat
untuk diterimanya suatu doa. Pertama, doa tersebut harus dipanjatkan
kepada-Nya secara langsung. Jadi janganlah kita berdoa kepada mahluk
Allah seperti jin, makam atau pohon. Dan kalaupun berdoa akan lebih
baik apabila doa tersebut diucapkan secara langsung kepada-Nya.
Syarat kedua dalam berdoa adalah kita harus memenuhi segala perintah
Allah SWT. Seperti ketika seorang anak sebaiknya mengikuti
nasehat/perintah orang tuanya untuk mendapatkan yang diinginkannya.
Sedang syarat ketiga adalah kita harus beriman kepada-Nya agar doa
kita diterima.
Walaupun ayat 186 ini
tidak mengandung kata shoum, tapi penempatan ayat ini menunjukkan
pentingnya kita berdoa pada bulan Ramadhan. Hal ini sesuai dengan
hadits nabi SAW:
“Orang yang berpuasa
memiliki doa yang mustajab pada waktu berbuka.” (Diriwayatkan oleh
Imam Abu Dawud)
Atau dalam hadits lain,
nabi SAW bersabda:
“Ada tiga orang yang
tidak akan ditolak doanya yaitu pemimpin yang adil, orang yang
berpuasa sehingga dia berbuka dan orang yang dianiaya. Doa mereka
diangkat oleh Allah di bawah awan pada hari kiamat dan dibukakan
untuknya pintu-pintu langit dan Allah berfirman, ‘Demi
keagungan-Ku, Aku akan menolongmu walaupun sesudah suatu waktu’”
(Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Demikianlah, urgensi dari
berdoa dalam bulan Ramadhan karena hal itu meningkatkan kemungkinan
doa kita diterima. Maka perbanyaklah kita berdoa dalam bulan
Ramadhan. Semoga Allah SWT menerima doa kita.
Wallahua’lam bish
showab.
gatot pramono
Doa Pembuka
Posted by: Gatot Pramono on: Juli 16,
2008
* In: Tips
* 77 Komentar
Assalamualaikum wr wb,
Teman-teman yang dirahmati
Allah,
karena ada yang menanyakan
doa pembuka kultum, berikut saya cantumkan salah satu versi dari doa
tersebut:
“Segala puji milik
Allah. Kami memohon pertolonganNya, dan mohon ampun kepada Nya. Kami
berlindung kepada Allah dari kejahatan diriku dan keburukan amalku.
Barang siapa yang diberi
petunjuk Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya, dan
barang siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada siapapun yang dapat
menunjukinya.
Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan selain Allah, aku mengesakanNya dan tidak mempersekutukanNya.
Dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hambaNya dan rosulNya, tidak ada nabi setelah Dia.
Ya Allah, berikan
sholawat, salam dan kebaikan atas nabi Muhammad, keluarganya dan
sahabatnya.”
Semoga bermanfaat.
Wassalam,
gatot pramono
Membiasakan Berbuat Baik
Posted by: Gatot Pramono on: Juni 11,
2008
* In: Amal
* 84 Komentar
Dalam suatu hadits qudsi, Allah SWT
berfirman “Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal,
maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu
sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau
hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya
dengan bergegas.” (HR. Bukhari)
Didalam melihat jalan
hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa beberapa
orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa berbuat
maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam
lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke
masjid, maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan
bahagia kehidupan keluarganya.
Semakin seseorang
memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakin banyak
terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits
qudsi diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita
kepada Allah SWT maka semakin dekatlah kita dengan-Nya.
Salah satu kunci
kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat baik.
Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka
semakin mudah jalan kita untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar
manusia terbiasa beribadah, maka beberapa ibadah dilakukan berulang
dalam kurun waktu tertentu seperti sholat lima kali dalam sehari,
puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat jum’at sekali sepekan.
Permasalahan awal yang
biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam memulainya.
Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan ketika
melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan
diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah
mobil tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada
juga sifat kita yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik
janganlah ditunda. Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka
tundalah untuk menunda. Hal ini seperti yang disampaikan Rasulullah
saw:
“Bersegeralah untuk
beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan
terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan
yang membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas,
sakit yang merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang
tiba-tiba menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang
ditunggu, saat kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya
yang amat pedih.” (HR. Tirmidzi)
Salah satu cara untuk
mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah dengan
mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala hambatan
atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa
dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib
untuk mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan
atau ibadah. Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari
ilmu secara berulang kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran
digunakan agar manusia semakin ingat.
“Dan sesungguhnya
dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan),
agar mereka selalu ingat. Dan ulangan
peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.” (QS. Al
Israa’ 41)
Jadi, mulailah
perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan ditunda.
Kalau belum yakin, perluas dan perdalam
ilmu agar kita semakin yakin.
Wallahu a’lam bish showab.
gatot h. pramono
3 Cara Allah SWT Mengawasi
Posted by: Gatot Pramono on: Februari
11, 2008
* In: Aqidah
* 85 Komentar
Karena taku didatangi pencuri, maka
warga suatu perumahan menyewa penjaga atau hansip. Tetapi terkadang
pencurian masih terjadi walau hansip sudah dibayar. Hal ini bisa
terjadi bila hansip tersebut lengah atau ketiduran, sehingga si
pencuri bisa melakukan aksinya. Hansip juga manusia!
Bagaimana dengan Yang Maha Mengetahui?
Allah SWT mengawasi manusia 24 jam sehari atau setiap detik tidak ada
lengah. Didalam melakukan pengawasan, ada 3 cara yang dilakukan Allah
SWT:
1
Allah SWT melakukan pengawasan secara
langsung. Tidak tanggung-tanggung, Yang Menciptakan kita selalu
bersama dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila
kita bertiga, maka Dia yang keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang
keenam (QS. Al Mujadilah 7). Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan
kita yaitu lebih dekat dari urat leher kita. qs-qaaf-16.gif
“Dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf 16)
2
Allah SWT melakukan
pengawasan melalui malaikat.
qs-50-17.gif
“ketika dua orang
malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan
dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf 17)
Kedua malaikat ini
akan mencatat segala amal perbuatan kita yang baik maupun yang buruk;
yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang tertinggal. Catatan
tersebut kemudian dibukukan dan diserahkan kepada kita (QS. Al
Kahfi 49).
3
Allah SWT melakukan
pengawasan melalui diri kita sendiri. Ketika kelak nanti meninggal
maka anggota tubuh kita seperti tangan dan kaki akan menjadi saksi
bagi kita. Kita tidak akan memiliki kontrol terhadap anggota tubuh
tersebut untuk memberikan kesaksian sebenarnya.
qs-36-65.gif
“Pada hari ini Kami
tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka
usahakan.” (QS. Yaasiin 65)
Kesimpulannya, kita hidup
tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari pengawasan
Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada tempat
untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun
akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari
perhitungan kelak.
Wallahu a’lam bish showab.
gatot h. pramono
diolah dari ceramah ust. Zaki
Pentingnya Menghafal dan Memahami Al
Quran
Posted by: Gatot Pramono on: Januari 4,
2008
* In: Ibadah
* 19 Komentar
Al Quran diturunkan kepada Muhammad
Rasulullah SAW selama 23 tahun masa kerasulan beliau. Al Quran di
turunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW dengan
perantaraan malaikat Jibril. Malaikat Jibril menurunkan Al Quran ke
dalam hati Rasulullah dan beliaupun langsung memahaminya. Hal ini
disebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah (2) : 97.
qs-2-97.gif
Katakanlah: “Barang siapa yang
menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran)
ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi
orang-orang yang beriman.”
Kemudian Rasulullah SAW mengajarkan Al
Quran itu kepada para shahabatnya. Mereka menuliskannya di pelepah
daun daun kering, batu, tulang dll. Pada saat itu belum ada kertas
seperti zaman modern sekarang ini. Kemudian para shahabat langsung
menghafalnya dan mengamalkannya. Demkian Al Qur;an di ajarkan kepada
para shahabat-shahabat yang lain. Al Quran difahami dengan menghafal.
Bukan dengan sekedar membaca.
Pada saat Rasulullah telah wafat,
banyak terjadi peperangan. Dalam peperangan Yamamah misalnya , banyak
para sahabat pemghafal Quran yang syahid. Melihat kondisi ini Umarpun
meminta Abu bakar sebagai khalifah untuk membuat Mushaf Al Quran. Abu
bakar sempat menolak. „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan
apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“ ujar beliau. Tapi dengan gigih
Umar bin Khattab menjelaskan urgensinya pembuatan Mushaf bagi
kepentingan kaum muslimin di masa yang datang. Akhirnya Abu Bakarpun
dapat diyakinkan dan kemudian setuju dengan ide Umar bin Khattab.
Abu Bakarpun lalu meminta Zaid bin
Haritsah untuk melakukan tugas ini. Zaid bin Haritsah pun sempat
berkata : „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang
Rasulullah tidak lakukan ?“. Tapi akhirnya Zaidpun setuju dan mulai
mengumpulkan shahifah-sahhifah yang tersebar di tangan para shahabat
yang lain. Batu, daun-daun kering, tulang dll itupun disimpan di
rumah Hafsah.
Barulah pada zaman Khalifah Utsman bin
Affan, Mushaf Al Quran selesai sebanyak 5 buah. Satu disimpan Utsman
dan 4 yang lain disebar ke : Makkah, Syria, Basrah dan Kufah. Jadi
pada saat itu para shahabat, tabi’it dan thabi’i tabiin
mempelajari al Quran dengan menghafal karena jumlah Mushaf yang
sangat sedikit.
Bagaimana dengan kondisi
zaman sekarang? Bila kita perhatikan di sekitar kita, diantara
teman-teman dan keluarga kita, ada berapa persen diantara mereka yang
hafal Al Quran ? Berapa persen yang sedang menghafal Al Quran?
Mungkin kita susah memberikan persentase karena dihitung dengan
jari-jari tangan kita belum tentu genap semuanya.
Kaum muslimin saat ini
masih cukup berpuas diri dengan membaca Mushaf Al Quran dan tidak
memahami maknanya. Padahal membaca Al Quran baru langkah awal
interaksi Al Quran. Al Quran sebagai petunjuk bagi kita tidak cukup
dibaca tapi juga dihafal dan difahami.
Mungkin ada sebagian yang
berkata mengapa perlu menghafal ? Tidakkah cukup dengan membaca
Mushaf dan membaca tarjemahan ? Ternyata tidak cukup. Dengan
menghafal Al Quran ada „rasa“ (atau zauk) yang diberikan Allah
kepada hati kita. Rasa ini didapat karena ayat-ayat yang dibaca
berulang-ulang. Pengulangan kalam-kalam suci itulah yang menjadi
„makanan“ untuk hati. Dan sesuai dengan ayat di Al Baqarah : 97
diatas, Al Quran itu diturunkan di hati Nabi Muhammad. Bukan di akal
fikiran beliau. Artinya Al Quran itu konsumsi/makanan hati bukan
sekedar fikiran.
Rasa inilah yang
menjadikan kita nikmat mengenal Allah, memahami kehendakNya dan
ringan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya.
„ Rasa „ ini kurang ada juga sedikit ketika kita hanya membaca.
Apalagi bila membacanya tidak diiringi dengan pemahaman artinya. Dan
membaca tidak diulang-ulang. Efeknya sangat berbeda dengan
mengulang-ulangnya.
Kaum muslimin saat ini
cukup berpuas diri dengan membaca „buta“ Al Quran dan menimba
ilmu dari para ustadz, kiai dan pemuka-pemuka agama. Tanpa
menghilangkan rasa hormat kepada para penyampai-penyampai risalah
agama, kita sebagai hamba Allah, secara individual juga mempunyai
kewajiban berusaha memahami Al Quran dari aslinya langsung dari
firman-firmanNya.
Bila kita menghafal dan
mentadaburi Al Quran maka Allah akan mengajarkan kepada kita
pengetahuan melalui hati kita dengan perantaraan ilham. Seperti yang
difirmankan Allah SWT dalam surat Asy Syams ayat 8-10:
qs-91-8-10.gif“Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.“
Ilham ini dapat dirasakan
dengan dalam hati kita. Bukankah kita pernah bingung tentang suatu
masalah, kemudian pada suatu saat kita, „cling“ mememukan cara
untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Itulah ilham.
Atau ilham itu
sebagai furqan atau pembeda mana-mana amal yang haq dan mana-man yang
bathil. Sebagai misal ketika kita masuk ke
tempat maksiat maka hati kita akan terasa tidak enak, tidak nyaman.
Itulah peringatan dari hati kita yang bersih. Furqan inilah yang
dibutuhkan di dalam kehidupan ketika berperang dengan bisikan-bisikan
syaithan yang membujuk-bujuk kita untuk berbuat maksiat dengan
iming-iming duniawi yang menggiurkan. Karena itu sangatlah kita
memerlukan furqan yang menjadikan kita mantap mengetahui yang haq dan
yang bathil. Seperti disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam surat
Al Anfaal ayat 29:
qs-8-29.gif
Hai orang-orang beriman,
jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu
Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan
mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Al Quran juga sebuah
petunjuk/pedoman hidup bagi kita kaum muslimin :
Kitab (Al Quran) ini tidak
ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(QS Al Baqarah : 2)
Jadi intinya Al Qu’an
adalah pedoman hidup. Tapi hanya segelintir orang yang hafal dan
faham Al Quran. Bagaimana Al Quran bisa menjadi pedoman hidup seorang
muslim secara individual bila membaca dan memahaminya secara tuntas
saja belum dilakukan ? Dan banyak diantara kaum muslimin yang
meninggal dalam keadaan belum pernah membaca dengan tuntas Al Quran.
Bayangkan apabila kita
akan pergi ke puncak Gunung Semeru. Sebelum pergi kita dibekali
dengan peta, rambu-rambu dan petunjuk-petunjuk oleh seorang pendaki
gunung profesional. Tetapi kita tidak memahami petunjuk-petunjuk
tersebut. Apakah kita dijamin akan sampai di puncak gunung semeru
dengan selamat ? Kita mungkin lebih senang bertanya dengan penduduk
setempat. Bila kita bertemu dengan penduduk yang sangat kenal gunung
semeru mungkin kita akan sampai dengan selamat. Tetapi bila orang
kita tanya juga kurang faham jalan ke puncak gunung, akankah kita
sampai ke puncak dengan selamat atau mungkin kita bisa tersesat ?
Padahal bila kita memahami, petunjuk, peta dan juga bertanya maka
kita akan mendapat jalan pintas untuk sampai ke puncak gunung.
Memang solusi pemahaman Al
Quran ini tidak akan dapat berhasil bila sistem pendidikan agama
tidak berjalan intensif sejak dini. Sebagai permisalan, bahasa
Inggris diajarkan sejak SD. Maka kita lihat ketika lulus SMA para
mahasiswa sudah bisa belajat dari diktat berbahas Inggris. Bila
sistem ini diterpakan juga untuk bahasa Arab (sebagai media inti
pemahaman Al Quran) maka ketika berumur 20-25 seorang muslim sudah
mulai bisa memahami Al Quran dengan mandiri.
Wahai saudara-saudaraku
kaum muslimin, memahami Al Quran bukan fardhu kifayah yang dibebankan
kepada ulama, kiai atau ustadz. Tapi seperti dicontohkan oleh para
sahabat, membaca, menghafal, memahami dan melaksanakan Al Quran
dilakukan sebagai kewajiban indivial setiap kaum muslimin. Bila
secara individu seorang muslim meningkat kualitasnya, keluarga yang
dibinanya juga akan berkulaitas sehingga akhirnya sebuah masyarakat
madani yang dirindukan selama ini juga dapat terwujud.
Demikianlah renungan kita
tentang Al Quran. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayahNya
kepada kita semua sehingga kita menjadi orang-orang yang mencintai Al
Quran, membacanya, menghafalkannya, memahaminya dan mengamalkannya.
Wallahu alam bi shawab
Ummu Alya
Iman yang Haq
Posted by: Gatot Pramono on: Desember
13, 2007
* In: Aqidah
* 13 Komentar
Kita sebagai orang yang memeluk agama
Islam tidak boleh berpuas diri dengan predikat seorang Muslim. Karena
keislaman seseorang tidak cukup untuk dapat menurunkan pertolongan
Allah dalam kehidupan kita di dunia. Keislaman
juga belum tentu bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka. Hanya
orang-orang yang beriman sejati yang mendapatkan semua janji2Nya
yaitu kebahagian dunia dan akhirat.
Bagaimanakah kriteria atau
ciri-ciri orang-orang beriman yang sering dipanggil Allah dengan
mesra “…yaa ayyuhal ladzina aamanu…..” ? Allah yang Maha
Pengasih telah menyebutkan di dalam Al Quran surat Al Anfal :2-4
Sesungguhnya orang-orang
yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan
sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan
serta rezki (nikmat) yang mulia.
Dalam firman Allah SWT
tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa seorang mukmin yang Haq, yang
benar-benar tulen, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut>
1. Hatinya yang gemetar
hatinya bila disebutkan Asma Allah
Gemetarnya bisa disebabkan
karena banyak hal, karena kagum dan takluk pada Kebesaran Allah.
Kebesaran dan Kemuliaan Dzat , Sifat maupun PerbuatanNya. Bisa juga
karena takut terhadap siksa api neraka yang sangat pedih dan
terbayangkan dosa dan kebodohan yang telah dilakukan. Bisa juga
gemetar karena berharap karunia surga – dunia maupun akhirat-.
Terkadang gemetar haru mengingat sifat Kasih Sayang dan PengampunNya
ataupun gemetar hati karena melihat Kebesaran ciptaanNya.
Asma Allah yang disebutkan
dalam Al Quran dan hadits biasa disebut dengan 99 Asmaul Husna
(bahkan lebih dari itu) menunjukkan Sifat-Sifat Allah yang Agung yang
wajib kita ketahui, fahami dan hayati maknanya. Pemahaman atas makna
dan tafakkur pada ciptaan2Nya dan Kebesaran Asma-asma Allah itulah
yang dapat menghantarkan seseorang pada “wajilat quluubukum”
2. Keimanannya bertambah
bila dibacakan ayat-ayat Tuhan
Ayat dalam bahasa Arab
artinya bukti. Orang-orang yang imannya tulen bila dihadapannnya
dibacakan ayat Al Quran (dalil naqli) ataupun bukti aqli yang berupa
demonstrasi Kebesaran Allah dalam penciptaan makhluk-makhlukNya maka
bibirnyapun berucap “ Subhanallah…”. Bila membaca Al Quran yang
menyebutkan tentang janji-janji Allah keimanannya bertambah, semangat
hidupnya makin membara dan semakin giat beramal shalih.
Dan bila dia melihat
Kebesaran Allah dalam penciptaan langit , buni dan jagad raya alam
semesta maka diapun makin tunduk dan kagum pada Kuasa Allah. Bahkan
ketika melihat betapa sempurna dan hebatnya pasukan-pasukan Allah
yang berupa misalnya lebah lebah dan madu yang dihasilkan, maka
diapun makin yakin dan kagum pada Allah.
Hari-hari orang beriman
tidak pernah ada yang menjemukan. Setiap detik yang dilalui dipakai
untuk “melihat” demonstrasi Kekuasaan Allah, bertafakkur dan
kemudian bertasbih kepada Allah. Dan itu semua makin meningkatkan
imannya.
3. Bertawakkal hanya
kepada Allah
Bagi orang yang imannya
Haq, tidak pernah ada rasa takut dan gentar menghadapi pernak-pernik
dan badai di dalam kehidupan dunia. Ketergantungannya kepada Allah
dan keyakinan bahwa Allah selalu menuntun dan melindunginya
menjadikan langkahnya pasti menapaki roda kehidupan.
…. Barangsiapa bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan
Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu.
Putus asa tidak ada dalam
kamus hidupnya. Hidup dijalani dengan lapang dan mudah karena jalan
keluar dalam tiap masalah, insya Allah ada. Dan rezeki juga sudah
ditanggung oleh Allah Azza wa Jalla.
4. Mendirikan Shalat
Mereka ini adalah
orang-orang yang gandrung shalat. Shalat
menjadi obat segala masalah kehidupan. Persis seperti yang disabdakan
junjungan kita Rasulullah SAW :
Apabila engkau mempunyai
masalah maka shalat (sunnah) lah 2 rakaat” (HR Bukhari)
Mereka ini bukan sekedar
melakukan shalat tapi mendirikannya. Menjaga rukun-rukunnya,
waktunya, sunnah-sunnahnya dan juga kekhusyuannya. Shalat merupakan
saat-saat yang indah bermunajat kepada Allah, mengadukan beban hidup,
memohonkan kemudahan hidup di dunia dan juga kemuliaan hidup di
akhirat. Shalat tidaklah menjadi beban bagi mereka bahkan shalat
merupakan saat beristirahat dari keruwetan hidup. Dan tepatlah sabda
Rasulullah saat menyuruh Bilal adzan dengan berkata : “Wahai Bilal,
berilah istirahat kepada kita semua!”
Dan bukti mereka
mendirikan shalat adalah akhlaknya di luar shalat. Mengapa
? Karena shalat itulah yang menghalangi mereka berbuat maksiat dan
mungkar. Semakin baik mutu shalat maka semakin tinggilah akhlak
seseorang
5. Menafkahkan rezeki yang
dipunyai
Ciri terakhir seorang
mukmin yang tulen adalah mudahnya dia bersedekah. Baginya harta
karunia Allah yang didalamnya ada hak fakir miskin. Sedekah adalah
tanda syukur kepada Allah kerena diberi kelapangan dalam harta. Tapi
dia juga bersedekah dalam keadaan sempit karena jalan kemudahan akan
datang dengan derasnya sedekah. Hati orang yang mukmin tidak terikat
oleh harta yang dimiliki. Harta diletakkannya di tangan bukan di hati
Demikianlah ciri-ciri
seorang mukmin yang Haq, yang tulen. Dan mukmin sejati inilah yang
mendapatkan janji Allah yaitu kemuliaan derajat, pengampunan
dosa-dosa dan rezeki yang halal dan berkah.
Semoga bahasan ini
bisa menjadi jalan intropeksi bagi diri kita masing-masing. Apakah
kita sudah mempunyai 5 ciri-ciri di atas ? Bila
sudah, kita harus mensyukuri dan meminta Allah mengekalkan
sifat-sifat mulia ini dalam diri kita. Bila kita belum memiliki 5
ciri ini maka kita perlu berusaha semaksimal mungkin agar kita bisa
menjadi seorang mukmin sejati, yang dicintai Allahu Rabbi.
Ummu Alya
Tehnik Menghafal dan
Murajaah Al Quran
Posted by: Gatot Pramono on: Desember
13, 2007
* In: Ibadah | Tips
* 43 Komentar
Bagi para penghafal Al Quran yang
pemula, menambah hafalan mempunyai kesulitan tersendiri. Tetapi
seiring dengan waktu kesulitan ini akan terlampaui. Ketika itu
kesulitan lain timbul yaitu mengulang hafalan (murajaah). Pada saat
hafalan makin bertambah banyak, murajaah juga semakin berat.
Untuk surat-surat yang agak panjang (50
ayat) dan yang panjang (diatas 100 ayat), biasanya kita sangat hafal
separuh awal dari surat tersebut. Untuk separuh terakhir sulit bagi
kita untuk mengingatnya. Ini akan ditandai dengan “macet” ketika
saat memurajaah. Mengapa hal ini terjadi? Hal ini disebabkan kita
selalu menghafal/murajaah dari awal surat (ayat 1). Ketika selesai
menghafalkan sebuah surat, ayat-ayat awal itulah yang lebih sering
dilafadzkan dibandingkan dengan ayat-ayat yang akhir. Sehingga otak
kita lebih hafal ayat-ayat awal. Itulah sebabnya kita sangat hafal
ayat-ayat awal surat dan sering lupa pada ayat-ayat akhir surat.
Kesulitan kedua adalah ketika kita
„macet“ sulit bagi kita untuk mengetahui ayat selanjutnya.
Ayat-ayat setelah „ayat macet“ menjadi gelap. Ini dikarenakan
kita menghafal secara sekuensial/berurutan, sehingga satu ayat selalu
diingat setelah ayat sebelumnya. Sehingga kalau ayat “sebelumnya”
macet maka ayat selanjutnya menjadi hilang juga. Dalm hal ini tidak
ada cara lain untuk mengingatnya selain membuka mushaf Al Qur’an.
Lalu bagaimana cara efektif untuk
menanggulangi masalah tersebut?
Kuncinya adalah ketika proses menghafal
sebuah surat dilakukan. Hafalkan surat dengan cara
memotongnya menjadi 10 ayat 10 ayat. Di dalam tiap sepuluh ayat
potong-potong lagi menjadi 5 ayat-5 ayat.
Misalnya kita menghafal
surat An Naba yang didalamnya ada 40 ayat. Caranya adalah sebagai
berikut :
1. Hafalkan ayat 1
sampai lancar. Lakukan sampai ayat 5.
2. Kemudian hafalkan
secara berurut ayat 1 sampai dengan ayat 5. Ikatlah ayat 1 sampai
ayat 5 dengan mengulang-ulangnya bersama-sama sampai lancar.
Gerak-gerakkan jari-jari tangan anda sesuai dengan ayat yang sedang
di hafal. Bila menghafal ayat 1 gerakkan ibu jari, ayat 2 gerakkan
jari telunjuk, ayat 3 gerakkan jari tengah, ayat 4 gerakkan jari
manis dan ayat 5 gerakkan jari kelingking.
3. Kemudian
hafalkan ayat 6 sampai 10 sambil menggerak-gerakkan jari-jari tangan
kiri sama seperti yang dilakukan oleh tangan kanan. Ulang-ulang ayat
6 sampai 10 sampai lancar. Kegiatan ini mengikat ayat 6 sampai dengan
ayat 10
4. Sekarang mengulang
menghafal ayat 1 sampai 10 dengan sambil menggerak-gerakkan jari
sesuai dengan nomor ayat yang dilafazkan. Lakukan sampai lancar. Hal
ini mengikat ayat 1 sampai 10.
5. Lakukan langkah
diatas untuk ayat 11-20, ayat 21-30 dan ayat 31-40.
6. Terakhir gabungkan
semua ayat (ayat 1 sampai 40) dalam surat tsb. Ulang-ulang sampai
lancar
Kemudian bagaimana anda
murajaah sebuah surat bila kita telah menghafal secara konvensional?
Bila surat tersebut ayat-ayatnya pendek maka kelompokkan menjadi 10
ayat-10 ayat. Hafalkan per 10 ayat. Bila suratnya berayat yang
panjang-panjang seperti Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa dll, maka
pecah 10 ayat menjadi 5 ayat-ayat.
Manfaat dari menghafal
dengan sistem potongan ini adalah:
1. Ketika murajaah kita
tidak selalu harus memulai dari awal surat – ayat1- sehingga untuk
surat yang panjang murajaah dapat dilakukan sepotong-sepotong di
dalam shalat kita. Misalnya: untuk setiap rakaat shalat kita membaca
10 ayat. Maka ketika shubuh kita sudah dapat murajaah sampai 40 ayat
(sunnat shubuh 2 rakaat dan shubuh 2 rakaat). Ini cukup bagus untuk
surat An Naba yang 40 ayat. Atau untuk surat yang panjang seperti Al
Baqarah, bila dilakukan 10 ayat untuk setiap rakaat shalat, maka
selesai shalat isya kita sudah murajaah 100 ayat! Bila ditambah
dengan shalat2 sunnah rawatib maka kita bisa murajaah 200 ayat dalam
sehari. Dan bila ditambahkan dengan shalat dhuha dan tahajjud kita
bisa mnyelesaikan 286 ayat Al Baqarah dalam shalat yang dilakukan
sehari semalam!
2. Kita tidak merasa
susah murajaah karena seakan-akan kita sedang menghafal surat-surat
yang pendek saja. Secara psikologis kita merasa lebih ringan. Dan di
dalam memurajaah surat yang panjang kita mempunyai
3. Menguatkan secara
merata ayat-ayat di seluruh surat. Bukan hanya ayat-ayat awal surat
saja. Ketika memurajaah surat-surat yang panjang dan kemudian
terputus oleh kondisi eksternal – tamu datang, telfon berdering,
anak menangis, masakan gosong dll- kita masih tetap bisa melanjutkan
ayat selanjutnya setelah kondisi eksternal tertangani. Tanpa harus
mengulangi dari awal surat. Dengan metoda menghafal konvensional maka
kita kita harus selalu mengulangi mulai dari awal surat lagi.
Kondisi-kondisi seperti ini akan menguatkan hafalan ayat-ayat awal
dan menurunkan kualitas hafalan ayat-ayat akhir.
4. Hafal nomot ayat
tanpa kita sadari. Ini adalah bonus yang sangat bermanfaat untuk kita
5. Mengatasi kasus
„ayat macet“. Bila macet di satu ayat biasanya akan berhenti
memurajaah surat tersebut karena ayat-ayat yang selanjutnya sangat
bergantung pada ayat yang macet/lupa. Tetapi dengan sistem ‚potong
surat’ ini kita masih tetap bisa terus memurajaah ayat-ayat setelah
ayat macet ini. Mengapa ? Karena dalam menghafal sistem ini setiap
ayat independen diletakkan dalam memori otak kita. Sebuah ayat tidak
hanya dikaitkan dengan ayat yang sebelumnya –seperti dalam sistem
menghafal konvensional- tapi juga dikaitkan dengan nomornya (yang
diingat secara tidak sadar dengan menggerak-gerakkan jari tangan
ketika menghafal). Ketika memori yang terkait dengan ayat sebelum
terlupakan maka ada „ pengait“ yang lain yaitu nomor surat.
Percaya atau tidak? Anda tinggal mencoba sistem ini dan merasakan
hasilnya!
Melakukan metoda ini
tak sesulit membaca baris-baris di atas. Bila anda melakukannya ini
adalah hal yang sangat simpel. Metoda ini menjadikan kita santai dan
tidak stres dalam memurajaah. Karena kita
mempunyai „petunjuk/milestones“ dalam surat-surat hafalan kita
yaitu ayat 1, 11, 21, 31, 41 dst. Kita akan memurajaah „ayat-ayat
pendek“, yaitu 10 ayat saja. Cobalah anda praktekkan dan anda akan
terkejut dengan hasilnya.
Selamat bermurajaah!
Ummu Alya
Membangun Peradaban
Posted by: Gatot Pramono on: November
2, 2007
* In: Ummat
* 9 Komentar
qs5-54.gif
“… kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya,
yang bersikap lemah lembut terhadap orang mu’min dan bersikap tegas
kepada orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela ….” (QS Al-Maidah: 54)
Rasulullah saw yang telah membawa
perubahan superbesar dalam sejarah kehidupan manusia memulai masa
kenabiannya di usia 40 tahun. Dan hanya dalam 23 tahun masa
kenabiannya, beliau mampu membangun dasar peradaban rabbani, yang
menjunjung tinggi aspek superioritas hukum Islam, keseimbangan peran
dan kewajiban antarkomponen masyarakat.
Ketika ada pertanyaan bagaimana bisa
dalam waktu sesingkat itu dapat terbangun sebuah sistem yang
mengalami masa kejayaan selama berabad-abad, maka jawaban yang paling
tepat adalah karena Rasulullah menggunakan sistem ilahiyah dalam
membangun peradabannya. Sistem yang mengacu kepada kitabullah. Sistem
ini integral dan komprehensif serta mampu memecahkan seluruh
persoalan hidup manusia.
Menurut Dr Ali Abdul Halim Mahmud
setidaknya ada 2 pilar pokok yang harus dibangun ketika kita ingin
membangun (kembali) sebuah peradaban rabbani. Pertama adalah pilar
tarbawi (pembinaan dan pendidikan), berupa pola belajar-mengajar,
dengan ragam perangkatnya dengan tujuan untuk menyempurnakan potensi
pribadi. Kemudian yang kedua, yaitu pilar tanzhimi (institusional)
berupa pembangunan institusi internal masyarakat yang mengatur kode
etik dalam kehidupan bermasyarakat, dan institusi eksternal yang
mengatur kekuasaan dan hubungan antarbangsa.
Perubahan peradaban ini bisa dimulai.
Caranya dengan membangun kepribadian individu Muslim dengan Islam
pada seluruh aspek kehidupan. Kemudian pembentukan keluarga-keluarga
shalihah dengan seluruh nilai dan moralitasnya. Akhirnya akan
terbentuk sistem masyarakat dengan seluruh interaksi sosial dan
pengaturannya yang dinaungi dalam wadah institusi yang menjunjung
tinggi nilai-nilai ilahiyah.
Muaranya adalah perubahan peradaban.
Perubahan yang berakar pada tegaknya sistem nilai yang mengacu pada
nilai-nilai transendental dan ilahiyah. Peradaban yang di dalamnya
terbentuk struktur kemasyarakatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kebenaran ilahi.
No comments:
Post a Comment