Sejarah
Pembentukan Komisi Yudisial
Berawal pada tahun 1968
muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH)
yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil
keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang
berkenaan dengan pengangkatan, promosi, pindahan rumah, pemberhentian
dan tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak
berhasil dimasukkan dalam undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
Baru kemudian tahun 1998
muncul kembali dan menjadi wacana yang semakin kuat dan solid sejak
adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan
pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk
mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional
dapat tercapai.
Seiring dengan tuntutan
reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas
amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang
berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi
Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan
pada amandemen ketiga itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13
Agustus 2004.
Setelah melalui seleksi
yang ketat, terpilih 7 (tujuh) orang yang ditetapkan sebagai anggota
Komisi Yudisial periode 2005-2010 melalui Keputusan Presiden tanggal
2 Juli 2005. Dan selanjutnya pada tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh
anggota Komisi Yudisial mengucapkan sumpah dihadapan Presiden,
sebagai awal memulai masa tugasnya.
Tujuan
Komisi Yudisial
- Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.
- Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang
- Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
- menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim.
- Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman.
Wewenang
Komisi Yudisial
Didalam pasal 24B ayat (1)
UUD 1945 disebutkan bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri yang
berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim.
Tugas
Komisi Yudisial
- Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung, dengan tugas utama:
- Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
- Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
- Menetapkan calon Hakim Agung; dan
- Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
- Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim, dengan tugas utama:
- Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
- Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, dan
- Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah Agung dan tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Pertanggungjawaban
dan Laporan
Komisi Yudisial
bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan
laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan
akurat.
Anggota
Anggota Komisi Yudisial
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR
susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-unsang. Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan hakim,
praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Anggota
Komisi Yudisial adalah pejabat Negara, terdiri dari 7 orang (termasuk
Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota). Anggota Komisi
Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Saat ini Komisi Yudisial
terdiri atas tujuh anggota, yang saat ini terdiri atas:
- M. Busyro Muqoddas (Ketua)
No comments:
Post a Comment